Kinerja
DPRD Bulukumba Dalam Sistem Demokrasi
Akhir-akhir
ini istilah ”Demokrasi” seringkali menjadi topik perbincangan yang
mengasyikkan, tidak hanya bagi kalangan pengamat namun juga masyarakat yang
notabenenya tidak punya hubungan langsung dengan kata demokrasi itu. Sepertinya
setiap orang telah sepakat bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik
setidaknya hingga detik ini. Banyak yang berpandangan bahwa demokrasi mampu
memberikan ruang kebebasan berekspresi, partisipasi public, dan persamaan hak
politik serta hukum bagi setiap warga Negara. Bagi para maniaknya, demokrasi
seringkali menjadi symbol pertahanan maupun perlawanan terhadap pemerintahan
otoriter.
Dalam
Negara demokrasi seperti Indonesia, parlemen merupakan poin penting yang
berfungsi sebagai instrumen perubahan dan merupakan lembaga yang sangat urgen
karena melalui badan inilah masalah accountability dari mereka yang memerintah
kepada wakil dari massa rakyat terwujud. Namun malangnya, permasalahan-permasalahan
ditubuh parlemen muncul begitu saja layaknya jelangkung yang tak tahu arah
pulang, permasalahan-permasalahan yang seharusnya tidak ada justru telah
mendarah daging yang akhirnya hanya akan membunuh rakyat secara perlahan dan
mirisnya Bulukumba sebagai salah satu daerah yang kurang eksis di negaranya
sendiri, tidak luput dari hal itu. Ia begitu setia mengikuti arus politik yang
masih kelabu dan hasilnya ? sangat memprihatinkan.
Seiring
dengan berjalannya waktu, demokrasi seolah tak ingin ketinggalan untuk
memodifikasi dirinya menuju hal yang jauh lebih buruk dari sebelumnya. Dandanan
luar yang begitu mempesona berbanding terbalik dengan apa yang ada didalam. Ia
telah menjelma menjadi monster yang menyeramkan dan siap menerkam rakyat kapan
saja ia mau, membuat rakyat merasa ketakutan. Pelan tapi pasti, kepercayaan
rakyat terhadap demokrasi semakin terdegradasi hingga titik terendah yang ia
bisa. Bagaimana tidak, proses demokratisasi yang dieluk-elukkan oleh para
maniaknya, secara nyata gagal menghasilkan pemimpin atau paling tidak wakil
rakyat yang amanah, adil, jujur, dan
berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya.
Hubungan
antara demokrasi dan wakil rakyat (dalam hal ini katakanlah sebagai DPRD)
sangat erat, bahkan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Demokrasi merupakan
suatu metode dalam melahirkan para wakil rakyat, dengan cara-cara tertentu
demokrasi dianggap mampu melahirkan wakil rakyat yang berkompeten dibidangnya.
Entah mengapa hal itu dapat terjadi karena kenyataan yang ada sekarang adalah
kebalikan dari anggapan yang ada. tapi lupakanlah mengenai demokrasi itu,
karena yang terpenting adalah hasil dari demokrasi itu yakni para wakil rakyat.
Para
wakil rakyat yang kini tengah asyik duduk di DPRD sekiranya perlu tahu bahwa
rakyat sangat mengapresiasi ketika mereka tengah mensosialisasikan partai dan
diri mereka didepan publik. Rakyat seolah terhipnotis ketika mereka mengobral
janji-janji yang entah kapan mereka tepati, sangat mengasyikkan memang ketika
mereka turun ke lapangan, bercengkrama dengan rakyat, diskusi kecil mengenai
kondisi daerah dan lain sebagainya. Itu sungguh pemandangan yang indah, bahkan
lebih indah dari pemandangan di pantai Bira sekalipun. Namun kenyataan yang ada
sekarang adalah wakil rakyat dalam hal ini adalah DPRD merasa enggan turun ke
lapangan, menghabiskan waktu untuk bercengkrama dan menampung aspirasi rakyat.
Sepertinya melakukan hal tersebut adalah kegiatan yang tak berdayaguna dan
menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal disinilah poin penting dari kata
Perwakilan Rakyat tersebut dalam DPRD, mereka siap menampung aspirasi dari
rakyat dan menyalurkannya kepada pemerintah. Bagaimana mereka menyampaikan
aspirasi rakyat jika mereka tak pernah bercengkrama dengan rakyat ? inilah yang
menimbulkan tanda tanya besar dikepala setiap rakyat yang belum terkontaminasi
oleh hiruk-pikuk kemegahan yang diberikan oleh para wakilnya yang ada di DPRD.
‘Bagaimana bisa mereka menyusun peraturan perundang-undangan tanpa berdasarkan
aspirasi rakyat ?’
Disisi
lain, harapan-harapan rakyat seolah gugur ketika melihat kinerja DPRD yang bisa
dikatakan jauh dari kata baik. Ketidakmampuan DPRD Kabupaten Bulukumba saat ini
dalam memenuhi segenap aspirasi masyarakat menjadi alasan utama ketidakpuasan
masyarakat dalam menilai kinerja anggota DPRD. Saat ini bagian terbesar
masyarakat merasa tidak yakin akan kemampuan para wakil rakyat dalam
menjalankan fungsi idealnya baik dalam hal pembuatan PERDA maupun merespons
tangisan rakyat. Lebih dari itu, program yang dicanangkan oleh pemkab bersama
DPRD mengenai perbaikan infrastruktur khususnya jalan yang ada di Bulukumba
terasa sangat lamban. Hal ini dapat dilihat pada jalan yang ada di daerah Rilau
Ale dan sekitarnya, entah sejak kapan perbaikan jalan tersebut dilakukan dan
hingga kini belum rampung, padahal jalan tersebut merupakan jalan transprovinsi
yang menghubungkan kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Sinjai. Bahkan sebagian
rakyat berpendapat bahwa ini hanya mempersulit akses menuju daerah lain, dan
memang benar pendapat rakyat tersebut, rakyat terkhusus para pelajar merasa
terbebani dengan hal tersebut karena selain masalah waktu tempuh, keamanan juga
merupakan jaminan dalam hal ini. Ini tentunya menunjukkan bahwa DPRD Bulukumba
belum mampu untuk menyusun skala prioritas dari perealisasian program yang
mereka canangkan.
Masalah lain yang tidak kalah
pentingnya adalah mengenai transparansi dalam segala aspek. Bagaimanapun juga,
kita tak dapat menampik bahwa transparansi merupakan salah satu hal yang ingin
dituju dalam mencapai good governance. Disisi lain, tingkat respon masyarakat
dalam setiap kebijakan pemerintah Kabupaten Bulukumba, menunjukkan betapa
pedulinya masyarakat terhadap kebijakan maupun hal lain yang berkaitan dengan
kepentingan bersama yang dikeluarkan oleh DPRD bersama dengan pemerintah
daerah. Responsivitas masyarakat yang sangat tinggi ini dapat memperkuat
perspektif mengenai keinginan masyarakat terhadap transparansi dalam segala
aspek. Namun Ironisnya, wakil rakyat Bulukumba seolah masih merasa tabu akan
kata transparansi tersebut, mereka enggan untuk melibatkan rakyat dalam kinerja
mereka. Padahal transparansi mutlak diperlukan bagi setiap daerah termasuk
Bulukumba agar masyarakat tahu kebijakan yang akan dan telah diambil oleh
pemerintah, bahkan dengan adanya transparansi penyelenggaraan pemerintahan tersebut,
masyarakat dapat memberikan feedback terhadap kebijakan yang telah
diambil oleh pemerintah. Dalam konteks keuangan dalam hal ini berkenaan dengan
fungsi DPRD dalam menetapkan APBD, transparansi berfungsi mengkikis
kecurigaan-kecurigaan yang kapan saja mampu menggerogoti otak dan pikiran
rakyat. sehingga jelaslah bahwa DPRD kiranya perlu menerapkan transparansi
tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Sejalan
dengan hal-hal diatas, pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu
diberikan perhatian khusus. Sudah menjadi rahasia umum bahwa DPRD Bulukumba
masih sangat kurang komitmen dan kinerjanya dalam mengusut kasus-kasus yang
seharusnya lebih besar dan berarti dapat di lihat dari perspektif institusional
maupun individual seperti pembahasan masalah penyalahgunaan jabatan lembaga
DPRD maupun kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan daerah sehingga
menjadikan tidak optimalnya fungsi kontrol lembaga DPRD dan disiplin waktu
terhadap kinerjanya.
Selain
besarnya pengaruh kekuatan politik yang turut bermain di dalamnya, lemahnya
penyusunan skala prioritas di tubuh DPRD sebenarnya tidak lepas dari politik
perundang-undangan yang tidak berbasis pada aspirasi masyarakat secara
menyeluruh. Terlibatnya kepentingan kelompok atau individu justru merupakan gejala
terjebaknya DPRD dalam proses pemiskinan politik. Melihat kondisi yang masih
saja demikian, pandangan publik terhadap kiprah DPRD pun minor. Buruknya citra
yang ditampilkan publik dalam memandang DPRD mengekspresikan kekecewaan publik
akan kegagalan lembaga legislatif dalam menampilkan keinginan masyarakat secara
bijak.
Beberapa
permasalahan diataslah yang kemudian menambah keyakinan masyarakat akan
buruknya kinerja DPRD Bulukumba, tidak hanya pada satu aspek saja namun secara
menyeluruh. Masyarakat seolah sudah muak dan tak ingin ambil pusing lagi
mengenai hal tersebut, mereka sudah cukup tidakpuas akan kinerja wakil-wakilnya
yang ada di DPRD. Jika sudah begini dimana kepercayaan rakyat sudah terkikis
dan keraguan akan pengetahuan serta keterampilan DPRD sudah tertanam dengan
indah di otak dan pikiran rakyat, apakah para wakil rakyat masih tetap ingin
tinggal dan berdiam diri dalam gedung DPRDnya ? mereka cukup tahu akan hal itu.
Oleh
karena cerminan dari kinerja nyata anggota DPRD Kabupaten Bulukumba yang secara
nyata kurang maksimal maka saran kami agar kedepan perlu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para legislasi di wajibkan mengikuti program
penataran, kursus-kursus, seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan yang
berhubungan dengan kinerja dan tata tertib. Disamping itu, para wakil rakyat
hendaknya melibatkan rakyat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
dengan melihat kondisi dan apa yang diinginkan oleh rakyat, hal ini dapat
dilakukan dengan melaksanakan public
meeting dengan masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan dan persoalan
apa saja yang selama ini mereka hadapi. Para wakil rakyat dituntut
kekritisannya dalam membuat suatu kebijakan maupun program dan terampil dalam
memperhitungkan waktu pelaksanaan dari program tersebut serta tingkat
proritasnya.
Selain
itu, DPRD sebagai badan yang memperjuangkan kepentingan rakyat setidaknya mampu
meningkatkan kesadaran dan pengawasan terkait kinerja pemerintah. Dengan
semakin baik kinerja pemerintah daerah maka pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat akan semakin baik sehingga akan berdampak terciptanya good
governance.
Rules of Baccarat | Wager 101: Rules, Scoring and Winning Strategies
BalasHapusFor example, if you place 인카지노 a $10 youtube mp4 bet, you win. In an example, if your team wins you will worrione win $110 (1/2) for that game. This is