Jumat, 21 Juni 2013

Opini "Kinerja DPRD Bulukumba Dalam Sistem Demokrasi"

Kinerja DPRD Bulukumba Dalam Sistem Demokrasi
Akhir-akhir ini istilah ”Demokrasi” seringkali menjadi topik perbincangan yang mengasyikkan, tidak hanya bagi kalangan pengamat namun juga masyarakat yang notabenenya tidak punya hubungan langsung dengan kata demokrasi itu. Sepertinya setiap orang telah sepakat bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik setidaknya hingga detik ini. Banyak yang berpandangan bahwa demokrasi mampu memberikan ruang kebebasan berekspresi, partisipasi public, dan persamaan hak politik serta hukum bagi setiap warga Negara. Bagi para maniaknya, demokrasi seringkali menjadi symbol pertahanan maupun perlawanan terhadap pemerintahan otoriter.
Dalam Negara demokrasi seperti Indonesia, parlemen merupakan poin penting yang berfungsi sebagai instrumen perubahan dan merupakan lembaga yang sangat urgen karena melalui badan inilah masalah accountability dari mereka yang memerintah kepada wakil dari massa rakyat terwujud. Namun malangnya, permasalahan-permasalahan ditubuh parlemen muncul begitu saja layaknya jelangkung yang tak tahu arah pulang, permasalahan-permasalahan yang seharusnya tidak ada justru telah mendarah daging yang akhirnya hanya akan membunuh rakyat secara perlahan dan mirisnya Bulukumba sebagai salah satu daerah yang kurang eksis di negaranya sendiri, tidak luput dari hal itu. Ia begitu setia mengikuti arus politik yang masih kelabu dan hasilnya ? sangat memprihatinkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, demokrasi seolah tak ingin ketinggalan untuk memodifikasi dirinya menuju hal yang jauh lebih buruk dari sebelumnya. Dandanan luar yang begitu mempesona berbanding terbalik dengan apa yang ada didalam. Ia telah menjelma menjadi monster yang menyeramkan dan siap menerkam rakyat kapan saja ia mau, membuat rakyat merasa ketakutan. Pelan tapi pasti, kepercayaan rakyat terhadap demokrasi semakin terdegradasi hingga titik terendah yang ia bisa. Bagaimana tidak, proses demokratisasi yang dieluk-elukkan oleh para maniaknya, secara nyata gagal menghasilkan pemimpin atau paling tidak wakil rakyat yang amanah, adil,  jujur, dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya.
Hubungan antara demokrasi dan wakil rakyat (dalam hal ini katakanlah sebagai DPRD) sangat erat, bahkan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Demokrasi merupakan suatu metode dalam melahirkan para wakil rakyat, dengan cara-cara tertentu demokrasi dianggap mampu melahirkan wakil rakyat yang berkompeten dibidangnya. Entah mengapa hal itu dapat terjadi karena kenyataan yang ada sekarang adalah kebalikan dari anggapan yang ada. tapi lupakanlah mengenai demokrasi itu, karena yang terpenting adalah hasil dari demokrasi itu yakni para wakil rakyat.
Para wakil rakyat yang kini tengah asyik duduk di DPRD sekiranya perlu tahu bahwa rakyat sangat mengapresiasi ketika mereka tengah mensosialisasikan partai dan diri mereka didepan publik. Rakyat seolah terhipnotis ketika mereka mengobral janji-janji yang entah kapan mereka tepati, sangat mengasyikkan memang ketika mereka turun ke lapangan, bercengkrama dengan rakyat, diskusi kecil mengenai kondisi daerah dan lain sebagainya. Itu sungguh pemandangan yang indah, bahkan lebih indah dari pemandangan di pantai Bira sekalipun. Namun kenyataan yang ada sekarang adalah wakil rakyat dalam hal ini adalah DPRD merasa enggan turun ke lapangan, menghabiskan waktu untuk bercengkrama dan menampung aspirasi rakyat. Sepertinya melakukan hal tersebut adalah kegiatan yang tak berdayaguna dan menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal disinilah poin penting dari kata Perwakilan Rakyat tersebut dalam DPRD, mereka siap menampung aspirasi dari rakyat dan menyalurkannya kepada pemerintah. Bagaimana mereka menyampaikan aspirasi rakyat jika mereka tak pernah bercengkrama dengan rakyat ? inilah yang menimbulkan tanda tanya besar dikepala setiap rakyat yang belum terkontaminasi oleh hiruk-pikuk kemegahan yang diberikan oleh para wakilnya yang ada di DPRD. ‘Bagaimana bisa mereka menyusun peraturan perundang-undangan tanpa berdasarkan aspirasi rakyat ?’
Disisi lain, harapan-harapan rakyat seolah gugur ketika melihat kinerja DPRD yang bisa dikatakan jauh dari kata baik. Ketidakmampuan DPRD Kabupaten Bulukumba saat ini dalam memenuhi segenap aspirasi masyarakat menjadi alasan utama ketidakpuasan masyarakat dalam menilai kinerja anggota DPRD. Saat ini bagian terbesar masyarakat merasa tidak yakin akan kemampuan para wakil rakyat dalam menjalankan fungsi idealnya baik dalam hal pembuatan PERDA maupun merespons tangisan rakyat. Lebih dari itu, program yang dicanangkan oleh pemkab bersama DPRD mengenai perbaikan infrastruktur khususnya jalan yang ada di Bulukumba terasa sangat lamban. Hal ini dapat dilihat pada jalan yang ada di daerah Rilau Ale dan sekitarnya, entah sejak kapan perbaikan jalan tersebut dilakukan dan hingga kini belum rampung, padahal jalan tersebut merupakan jalan transprovinsi yang menghubungkan kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Sinjai. Bahkan sebagian rakyat berpendapat bahwa ini hanya mempersulit akses menuju daerah lain, dan memang benar pendapat rakyat tersebut, rakyat terkhusus para pelajar merasa terbebani dengan hal tersebut karena selain masalah waktu tempuh, keamanan juga merupakan jaminan dalam hal ini. Ini tentunya menunjukkan bahwa DPRD Bulukumba belum mampu untuk menyusun skala prioritas dari perealisasian program yang mereka canangkan.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai transparansi dalam segala aspek. Bagaimanapun juga, kita tak dapat menampik bahwa transparansi merupakan salah satu hal yang ingin dituju dalam mencapai good governance. Disisi lain, tingkat respon masyarakat dalam setiap kebijakan pemerintah Kabupaten Bulukumba, menunjukkan betapa pedulinya masyarakat terhadap kebijakan maupun hal lain yang berkaitan dengan kepentingan bersama yang dikeluarkan oleh DPRD bersama dengan pemerintah daerah. Responsivitas masyarakat yang sangat tinggi ini dapat memperkuat perspektif mengenai keinginan masyarakat terhadap transparansi dalam segala aspek. Namun Ironisnya, wakil rakyat Bulukumba seolah masih merasa tabu akan kata transparansi tersebut, mereka enggan untuk melibatkan rakyat dalam kinerja mereka. Padahal transparansi mutlak diperlukan bagi setiap daerah termasuk Bulukumba agar masyarakat tahu kebijakan yang akan dan telah diambil oleh pemerintah, bahkan dengan adanya transparansi penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan feedback terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Dalam konteks keuangan dalam hal ini berkenaan dengan fungsi DPRD dalam menetapkan APBD, transparansi berfungsi mengkikis kecurigaan-kecurigaan yang kapan saja mampu menggerogoti otak dan pikiran rakyat. sehingga jelaslah bahwa DPRD kiranya perlu menerapkan transparansi tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Sejalan dengan hal-hal diatas, pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diberikan perhatian khusus. Sudah menjadi rahasia umum bahwa DPRD Bulukumba masih sangat kurang komitmen dan kinerjanya dalam mengusut kasus-kasus yang seharusnya lebih besar dan berarti dapat di lihat dari perspektif institusional maupun individual seperti pembahasan masalah penyalahgunaan jabatan lembaga DPRD maupun kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan daerah sehingga menjadikan tidak optimalnya fungsi kontrol lembaga DPRD dan disiplin waktu terhadap kinerjanya.
Selain besarnya pengaruh kekuatan politik yang turut bermain di dalamnya, lemahnya penyusunan skala prioritas di tubuh DPRD sebenarnya tidak lepas dari politik perundang-undangan yang tidak berbasis pada aspirasi masyarakat secara menyeluruh. Terlibatnya kepentingan kelompok atau individu justru merupakan gejala terjebaknya DPRD dalam proses pemiskinan politik. Melihat kondisi yang masih saja demikian, pandangan publik terhadap kiprah DPRD pun minor. Buruknya citra yang ditampilkan publik dalam memandang DPRD mengekspresikan kekecewaan publik akan kegagalan lembaga legislatif dalam menampilkan keinginan masyarakat secara bijak.
Beberapa permasalahan diataslah yang kemudian menambah keyakinan masyarakat akan buruknya kinerja DPRD Bulukumba, tidak hanya pada satu aspek saja namun secara menyeluruh. Masyarakat seolah sudah muak dan tak ingin ambil pusing lagi mengenai hal tersebut, mereka sudah cukup tidakpuas akan kinerja wakil-wakilnya yang ada di DPRD. Jika sudah begini dimana kepercayaan rakyat sudah terkikis dan keraguan akan pengetahuan serta keterampilan DPRD sudah tertanam dengan indah di otak dan pikiran rakyat, apakah para wakil rakyat masih tetap ingin tinggal dan berdiam diri dalam gedung DPRDnya ? mereka cukup tahu akan hal itu.
Oleh karena cerminan dari kinerja nyata anggota DPRD Kabupaten Bulukumba yang secara nyata kurang maksimal maka saran kami agar kedepan perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para legislasi di wajibkan mengikuti program penataran, kursus-kursus, seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan kinerja dan tata tertib. Disamping itu, para wakil rakyat hendaknya melibatkan rakyat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan melihat kondisi dan apa yang diinginkan oleh rakyat, hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan public meeting dengan masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan dan persoalan apa saja yang selama ini mereka hadapi. Para wakil rakyat dituntut kekritisannya dalam membuat suatu kebijakan maupun program dan terampil dalam memperhitungkan waktu pelaksanaan dari program tersebut serta tingkat proritasnya.

Selain itu, DPRD sebagai badan yang memperjuangkan kepentingan rakyat setidaknya mampu meningkatkan kesadaran dan pengawasan terkait kinerja pemerintah. Dengan semakin baik kinerja pemerintah daerah maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat akan semakin baik sehingga akan berdampak terciptanya good governance.

1 komentar :

  1. Rules of Baccarat | Wager 101: Rules, Scoring and Winning Strategies
    For example, if you place 인카지노 a $10 youtube mp4 bet, you win. In an example, if your team wins you will worrione win $110 (1/2) for that game. This is

    BalasHapus